Home
recent

Catatan Pejalanan ke Maroko

Akhirnya, surat pemanggilan itu datang. Pengumuman pemberangkatan saya bersama 14 teman lainnya sebagai penerima resmi beasiswa kerajaan Maroko oleh Kementerian Agama RI. Hari itu, jum’at malam  dokumen PDF sampai ke grup whatsapp kami.

Surat yang berasal dari  lembaga AMCI (Agence Marocaine de Cooperation Internationale) lembaga di bawah kementerian Pendidikan tinggi Maroko yang mengurusi perihal mahasiswa asing di negara tersebut berisi tentang keterangan prosedur keberangkatan, deadline tiba di Maroko, jumlah beasiswa yang akan kami dapatkan dan tujuan universitas yang telah kami pilih.

Salah satu yang menarik saat diterima oleh lembaga kementerian pendidikan tinggi Maroko adalah kita bisa memilih Universitas dan kota yang tersedia. Total ada 10 universitas dengan kualitas yang hampir setara. Berbeda dengan negara Timur Tengah lainnya, Mesir sebagai contoh, mahasiswa akan difokuskan di Universitas Al-Azhar kota Kairo saja. Begitu juga Sudan, di ibu kota Khortoum.

Selanjutnya Kemenag yang bertindak sebagai koordinator keberangkatan menetapkan hari Kamis, 22 September 2016 sebagai hari meninggalkan tanah air. Yap, lima hari setelah pengumuman. Wow, tiket pesawat penerbangan internasional dibeli H-5, tentu muahaal. FYI, tiket keberangkatan tidak termasuk beasiswa yang ditetapkan, artinya tiket beli sendiri boss. Sementara kami yang berasal dari luar pulau jawa harus sudah berada di Jakarta hari senin sebelumnya.

Tidak buang-buang waktu lagi, saya optimalkan waktu 2 hari sebelum berangkat ke Jakarta dengan sebaik-baik mungkin, karena ini bukan perjalanan ke luar kota ataupun perjalanan study tour sekolah yang hanya beberapa hari, melainkan perjalanan luar negeri dan menetap selama beberapa tahun. Berkas-berkas penting, pakaian yang masih bagus, sampai bumbu-bumbu dan makanan minuman kemasan tak lupa dimasukkan ke dalam koper.

Dua hari yang tersisa saya gunakan juga untuk berpamitan kepada keluarga besar ayah dan ibu. Sudah menjadi rahasia umum yang namanya ‘pamitan’ sekolah itu bukan hanya sekedar pamitan, tak lupa salam tempel yang biasanya nyangkut di saku baju. “aduh ga usah, ga perlu paman, karena saya akan kembali” ucap saya sok nolak, padahal mau. “Eh, ga boleh menolak rezeki,” jawab salah seorang anggota keluarga besar yang saya kunjungi. Alhasil, pundi-pundi tabungan saya bertambah signifikan dari sebelumnya.

Maka benarlah hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Siapa yang suka diluaskan rizkinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung silaturahim” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Kitab Shohih Bukhari, nomor hadits : 2067)

            Ini awalnya saya belajar ilmu maqoshid. Cabang ilmu yang menjadi unggulan di Maroko. Salah satu tujuan disunnahkannya silaturahim adalah meluaskan rezeki. Semakin banyak orang yang kita temui, semakin banyak keluarga yang kita kunjungi maka semakin banyak pula angka di saldo rekening.

 Tak lupa berpamitan dengan guru-guru, dan menyempatkan diri bertemu dengan Buya Abdul Somad,  Alumni Daarul hadits El-Hasaniyah Rabat, Maroko yang saat itu tengah ada kelas mengajar di UIN Suska Riau. Saya sudah lama tau dan kenal beliau, sering mengikuti kajiannya, baik secara langsung, maupun lewat radio lokal.

Kami pun berbincang-bincang tentang perkuliahan di Maroko, menyampaikan pengalaman-pengalaman saat beliau belajar di sana dan berpesan untuk selalu giat mengaji dan mengkaji ilmu islam. Beliau pun menitipkan sesuatu kepada saya untuk diberikan kepada beberapa staff KBRI Rabat, teman lamanya, VCD ceramah dan buku “37 Masalah Populer” yang beliau tulis. Tak putus kontak, selama di Maroko, saya kerap kali menanyakan hal-hal kepadanya.

Setelahnya saya pun terbang dari Pekanbaru ke Jakarta pada Senin 18 September 2016, dan menginap selama tiga hari di wisma haji kemenag RI kawasan menteng. Hari kamis tiba, hari yang senang, gembira sekaligus sedih. Senang  karena akan memenuhi studi di negeri Maghribil ‘arabi, dan sedih karena akan meninggalkan orang tua, keluarga, dan Indonesia yang saya cintai untuk beberapa tahun ke depan.

Saya berjumpa dengan ke-14 teman yang lainnya  serta koordinator Kemenag di bandara Soekarno-Hatta, ada sedikit pembekalan yang disampaikan. Setelah mini acara, bepelukan dengan anggota keluarga yang menagantar, kami pun melakukan check in di dalam, muat bagasi, dan menunggu keberangkatan di waiting room. Saat panggilan untuk memasuki pesawat sudah terdengar, jantung saya semakin berdegup kencang, begitu campur aduk rasanya, perjalanan pertama kali ke luar negeri, langsung meninggalkan tanah air selama beberapa tahun.

 Tiba-tiba panggilan telepon masuk ke gawai saya, Ayah menelpon bahwa ibu menangis sejadi-jadinya di bandara, saya berusaha tegar dan menenangkan ibu dari ujung telepon. Anak laki-laki pantang meneteskan air mata bagi saya tak mungkin saya malah ikutan nangis. “Laki-laki tak boleh nangis, harus selalu kuat harus selalu tangguh harus bisa jadi tahan banting”, kata Al El Dul.

Setelah mendapatan seat, saya mengingat-ingat kembali, kepada siapa belum berpamitan? Saya harap beberapa menit sebelum take off, sisa pulsa telkomsel saya benar-benar habis. Oh iya, saya ingat, ada satu guru lagi yang belum saya pamitan, saya telpon langsung,  dan sampaikan niat untuk berpamitan, meminta maaf, dan minta dido’akan.

Memang pamitan suatu hal yang sakral di keluarga dan lingkungan saya. Saya tidak ingin ada orang terdekat tidak tau keberangkatan saya ke Maroko. Lancang namanya kalau itu terjadi. Pukul 15.30 WIB badan pesawat sudah beranjak meninggalkan posisi parkir, mengambil ancang-ancang untuk terbang.

Setelah pengumuman terakhir dari pilot, memperkenalkan dirinya dan co-pilot, captain si anu dan captain si fulan, tentu lupa saya namanya. Memastikan tujuan penerbangan ke Singapura, kan tidak lucu rasanya kami yang sudah berada dalam pesawat diterbangkan ke kamboja, sangat tidak lucu.Pandangan pilot sudah lurus jauh ke jalur pacu, pedal gas sudah diinjak, pesawat mulai melaju perlahan lalu kencang dan sangat kencang. Saat roda Garuda sudah muai meninggalkan daratan, perasaan saya semakin tak karuan.

Berada di udara selama 2 jam, kami pun transit pertama di bandara Changi Airport, Singapura, salah satu bandara terbesar dan tersibuk di dunia. Sekitar pukul 02.00 dini hari waktu Singapura kami berangkat lagi dengan pesawat Qatar Airways, terbang selama sekitar 7 jam dan kembali transit di ibu kota Qatar, Doha.  Berangkat lagi sekitar pukul 06.30 waktu Qatar dengan pesawat yang menjadi sponsor jersey Barcelona ini lagi.

Selama di pesawat saya mulai merasakan bahwa Bahasa inggris itu sangat-sangat penting, Jujur saja, saya berangkat dengan modal Bahasa Inggris yang memprihatinkan. Apalagi ini penerbangan internasional perdana saya. Setiap pramugari mendekat, menjadi momen waspada. Takut ditanya ini dan itu. Saat ditanya mau makan apa? Orang Singapura sebelah saya bilang omelet, saya pun latah pesan omelet, yang rupanya saya dapati cuma telur dadar yang dimake up sedemikian rupa.

Setelah kurang lebih 7 jam di udara, kapal terbang kami mau mendarat di bandara Mohammad V kota Casablanca, perintah untuk melakukan persiapan bagi penumpang pun diumukan. Pasang sabuk pengaman, tutup meja lipat, buka penutup jendela serta luruskan sandaran kursi, semua perintah siap saya laksankan. “Already capt” ujarku dalam hati.

Badan pesawat pun menukik menuju daratan memposisikan jalur pacu bandara, roda pun dikeluarkan, sesaat roda menyentuh daratan Maroko dan berhasil landing dan parkir dengan sempurna. Thank you captain si fulan. Senang berkenalan dengan anda walau hanya dengan suara.

Jum’at pukul 13.00 GMT. Alhamdulillah wasyukrulillah kami sampai dengan selamat.  Total hampir satu hari satu malam perjalanan, selama 16 jam di udara. Perjalanan yang begitu melelahkan tentunya.

Keluar dari pesawat, saya langsung menatap ke atas, Indah nian langit Maroko ini. Biru dengan awan yang teratur, persis gambar pemandangan wallpaper windows XP. Angin sejuk berhembus sepoi-sepoi di muka, panas matahari musim gugur menyapa kulit, seolah berkata “Marhaban Ya Ziyan Fil Maghrib” selamat datang Ziyan di Maroko.

Hal yang pertama yang dilakukan di bandara adalah meminta wifi dan mengabari keluarga di rumah, untungnya, bandara Casablanca meyediakan wi-fi gratis, ngga kaya bandara yang itu, iya yang itu. Setelah menyelasaikan proses imigrasi kami dijemput oleh pihak AMCI, staff KBRI Rabat, dan pengurus PPI Maroko.

Satu jam setelahnya kami meneruskan perjalanan ke ibu kota Maroko, Rabat untuk mengurusi administrasi beasiswa. Selama beberapa hari kami diinapkan di hay dauli, asrama internasional dan melaksanakan rangkaian acara orientasi bersama PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Maroko dan KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Rabat, Maroko.



Rombongan penerima beasiswa Maroko jalur Kemenag 2016 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.