Kenapa Zaid Selalu memukul Amr ?
Dalam mempelajari ilmu nahwu seringkali kita mendapatkan contoh kalimat
dharaba zaidun ‘amron (zaid memukul ‘amr ). Dari manakah kalimat tersebut
berasal hingga sampai saat ini dikalangan santri masih sering terdengar contoh
kalimat tersebut? Berikut ini kisah dibalik mengapa zaid selalu memukul ‘amr
yang diambil dari kitab ﺍﻟﻨﻈﺮﺍﺕ ﻟﻠﺸﻴﺦ ﻣﺼﻄﻔﻰ ﻟﻄﻔﻲ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﻟﻄﻔﻲ
ﺍﻟﻤﻨﻔﻠﻮﻃﻲ ﺍﻟﻤﺘﻮﻓﻰ ١٣٤٣ ﻫﺠﺮﻳﺔ ﺑﻤﺼﺮ
jilid 1 halaman 307.
Dahulu kala ada seorang gubernur dari Daulah Usmaniyah bernama Dawud Basya.
Beliau ingin sekali belajar bahasa Arab. Kemudian ia menghadirkan salah seorang
ulama’ dari ulama-ulama di negerinya. Suatu hari dia bertanya kepada ulama’
tersebut.
“Wahai guru, apa kesalahan si ‘amr sehingga si zaid memukulnya setiap hari”
“Apakah ‘ amr mempunyai kedudukan lebih rendah dari zaid sehingga zaid bebas memukulnya, menyiksanya, dan ‘amr tidak bisa membela dirinya” Si gubernur menanyakan hal tersebut dengan menghentakkan kakinya ke tanah sambil marah-marah.
“Wahai guru, apa kesalahan si ‘amr sehingga si zaid memukulnya setiap hari”
“Apakah ‘ amr mempunyai kedudukan lebih rendah dari zaid sehingga zaid bebas memukulnya, menyiksanya, dan ‘amr tidak bisa membela dirinya” Si gubernur menanyakan hal tersebut dengan menghentakkan kakinya ke tanah sambil marah-marah.
“Tidak ada yang dipukul , tidak ada yang memukul wahai gubernur, ini hanya
permisalan saja yang dibuat ulama’ nahwu supaya memudahkan untuk belajar ilmu
bahasa arab tersebut” jawab gurunya.
Jawaban sang guru tidak memuaskan hati sang gubernur, oleh karena itu ia marah lalu ia memenjarakan gurunya tadi. Kemudian ia menyuruh orang untuk mencari ulama’ nahwu yang lain. Pertanyaan yang sama diajukan seperti pertanyaan awal dan mereka menjawab dengan jawaban seperti ulama’ yang pertama. Gubernur kembali tidak puas, akhirnya guru barunya pun ikut dipenjarakan.
Jawaban sang guru tidak memuaskan hati sang gubernur, oleh karena itu ia marah lalu ia memenjarakan gurunya tadi. Kemudian ia menyuruh orang untuk mencari ulama’ nahwu yang lain. Pertanyaan yang sama diajukan seperti pertanyaan awal dan mereka menjawab dengan jawaban seperti ulama’ yang pertama. Gubernur kembali tidak puas, akhirnya guru barunya pun ikut dipenjarakan.
Satu per satu ulama’ negeri itu tidak bisa memuaskan gubernur dengan
jawabannya. Alhasil, penuh lah penjara dengan pengajar
nahwu dan sunyilah madrasah-madrasah dari para pengajar dikarenakan para ulama’nya dipenjara. Kejadian ini menjadi perbincangan dimana-mana dan semuanya berusaha bagaimana mencari jalan keluarnya.
nahwu dan sunyilah madrasah-madrasah dari para pengajar dikarenakan para ulama’nya dipenjara. Kejadian ini menjadi perbincangan dimana-mana dan semuanya berusaha bagaimana mencari jalan keluarnya.
Sang gubernur kembali mencari guru dengan mengutus utusan untuk menjemput
para ulama’-ulama’ ahli bahasa di Baghdad. Sang utusan berhasil menghadirkan
ulama’ dari Baghdad di hadapannya. Beliau adalah pimpinan ulama’ yang paling
‘alim dari para ulama’ di Baghdad. Sang ulama’ berani maju ke depan dan
berkenan menjawab pertanyaan gubernur tersebut.
“Apa kesalahan ‘amr sehingga selalu dipukul oleh zaid ?” tanya Gubernur Dawud.
“Kesalahan ‘amr adalah karena ia telah mencuri huruf wawu yg seharusnya itu milik anda wahai gubernur. Huruf wawu yang saharusnya ada dua pada kata dawud ternyata cuma ada satu, oleh karenanya para ulama’ nahwu menugaskan si zaid untuk selalu memukul ‘amr , sebagai hukuman atas perbuatannya itu.” Jawab pimpinan ulama’ dengan tegas, sambil mengisyaratkan adanya huruf wawu di kalimat ‘ amr setelah huruf ro’ (ﻋﻤﺮﻭ ).
“Apa kesalahan ‘amr sehingga selalu dipukul oleh zaid ?” tanya Gubernur Dawud.
“Kesalahan ‘amr adalah karena ia telah mencuri huruf wawu yg seharusnya itu milik anda wahai gubernur. Huruf wawu yang saharusnya ada dua pada kata dawud ternyata cuma ada satu, oleh karenanya para ulama’ nahwu menugaskan si zaid untuk selalu memukul ‘amr , sebagai hukuman atas perbuatannya itu.” Jawab pimpinan ulama’ dengan tegas, sambil mengisyaratkan adanya huruf wawu di kalimat ‘ amr setelah huruf ro’ (ﻋﻤﺮﻭ ).
Mendengar jawaban dari ulama’ tersebut, sang gubernur merasa sangat puas
dan memuji ulama’ tersebut. Kepuasan hati sang gubernur membuatnya ingin
memberikan hadiah. Ia menawarkan hadiah apa saja yang ulama’ tersebut
kehendaki. Permintaan ulama’ tersebut sederhana.
“Aku hanya minta
agar para ulama’ yang anda penjarakan dibebaskan semuanya” kata sang ulama.
Maka gubernur mengabulkan permintaannya. Akhirnya para ulama’ itu bebas dari penjara. Ulama’-ulama’ dari Baghdad tadi diberi hadiah sekaligus diberi uang transportasi dan diantar kembali ke negeri mereka.
Maka gubernur mengabulkan permintaannya. Akhirnya para ulama’ itu bebas dari penjara. Ulama’-ulama’ dari Baghdad tadi diberi hadiah sekaligus diberi uang transportasi dan diantar kembali ke negeri mereka.
source : fiqhmenjawab.net
Tidak ada komentar: