Thariq bin Ziyad : Sang Penakluk Andalusia
Thariq dilahirkan pada tahun 50 H (670 M), di tengah suku
keluarga Berber (Barbar, red.) dari kabilah Nafazah, di Afrika Utara.
Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.
Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.
Menaklukkan Andalusia (Spanyol)
Musa bin Nushair merasa perlu menguji Count (Pangeran) Julian
dengan mengirim 500 tentara di bawah komando Tharif ke wilayah yang sampai kini
dinamai Tarifa, di ujung paling selatan Spanyol. Orang Arab menamakannya Jazira
Tharif (Terifa). Itu terjadi pada tahun91 H. Tharif membawa misi
utama pengintaian kekuatan Kerajaan Bangsa Visigoth, serta penjajakan bagi
sebuah operasi militer besar.Gubernur Musa semakin yakin akan kejujuran Pangeran Julian, setelah Pangeran Ceuta itu juga menyiapkan kapal-kapal yang akan digunakan untuk menyerang Spanyol. Dan setetlah mendapat izin dari Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus, Musa pun memutuskan menyerang Spanyol. Apalagi saat itu Raja Roderick di Toledo sedang menghadapi pemberontakan di bagian utara kerajaannya. Untuk melaksanakan misi besarkannya itu, Musa memilih seorang Berber, Thariq bin Ziyad, sebagai Komandan.
Panglima perang Thariq bin Ziyad bersama 7000 tentara, yang mayoritas berasal dari suku Berber, menyeberang ke Spanyol di tahun 711 M. ia mendarat dekat gunung batu besar yang kelak dinamai dengan namanya, Jabal (gunung) Thariq, Orang Eropa menyebutnya Gilbraltar.
Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba
Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli
sejarah. Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya
itu. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang
berwibawa, dan tegas.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq
berkata; “Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan
kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar.
Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan
mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang,
dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan
musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak
segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa
gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari
diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya
peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya.
Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian
akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah
kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada
nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato
yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Dan pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu
berjumlah 12000 personil setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan
dengan Raja Roderick dan pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan
di bulan Ramadhan itu berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick
pada awalnya sempat unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan
mereka berhasil dimanfaatkan oleh pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun
terdesak, hingga akhirnya dipukul mundur. Pasukan Islam berhasil meraih
kemenangan gemilang. Roderick sendiri menghilang, dan di duga ia tenggelam di
Sungai Barbate. Kuda dan sepatunya ditemukan di tepi sungai.
Gubernur Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah
Al-Walid, melukiskan jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda
dari penklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.
Kemenangan telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu
membentang jalan bagi masuknya Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga
oleh benteng-benteng kuat. Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu
menaklukkan daerah-daerah lain yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan
cara damai, tapi sebagian terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat melawan.
Mereka bersikap ramah terhadap penduduk yang tidak melawan.
Pasukan Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan
pasukan baru, kini mengarah ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan
ke Toledo itu mereka menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan
menerima kekuasaan Muslim atas wilayah itu.
Dengan cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar
tanah Spanyol, yang oleh orang Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia
lalu membagi-bagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil
merebut Arkidona tanpa perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah merebut
kota Elvira dekat Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian wilayah
Malaga. Kemudian diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil ditaklukkan
dengan jalan kekerasan.
Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia
menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaannya sampai lumat. Ketika
pasukan Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah
itu. Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh
ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di
negaranya.
Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga
mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke
Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu,
antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.
Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad,
dan memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat
surat itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan
strategi perang. Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan
mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan
asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari
situasi.
Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut
milisi dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini
kepada Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya.
Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke
Spanyol pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan
orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin
Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke
Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat
kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol
itu. Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia
melanjutkan perjalanan ke arah Toledo.
Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh
pasukan Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota
itu, milisi Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat
membunuh tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya
Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.
Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin
Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun
Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya
untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu
marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya
seorang penjahat.
Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat
Thariq bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan
Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan
demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para
penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan
Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di
atas Thariq sang pemeberani.
Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam
dia mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi
yang berkembang. Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati
Musa dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan
pasukan. Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga
berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya
bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyon dan
Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan
penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai
seluruh benua Eropa.
Perjalanan hidup panglima Thariq bin Ziyad, sang penakluk
Spanyol yang agung telah menjadi bagian dari sejarah patriotisme Islam melalui
penaklukan Andalusia.
Source : www.voa-islam.com
Tidak ada komentar: