Hubungan Baru Indonesia - Arab Saudi
Lembar baru
hubungan bilateral antara Indonesia dan kerajaan Arab Saudi telah diperbarui
pasca kedatangan raja Salman bin Abdul Aziz beserta jajaran menteri dan
pangeran-pangerannya ke Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa
kedatangan raja Salman itu membawa sekitar 1500 orang dalam rombongannya, di
antaranya 10 orang menteri dan 25 orang
pangeran. Kunjungan delegasi Arab Saudi ini terdiri dari 2 sesi, yaitu sesi
kenegaraan yang dipusatkan di Jakarta, dan sesi liburan yang dipusatkan di
Bali.
Alhasil,
terbitlah 11 nota kesepahaman yang disepakati oleh kedua negara tersebut,
antara lain di bidang perlemen, pembangunan, pendidikan, budaya, agama islam,
ekonomi, kelautan dan bidang-bidang yang lainnya. Dan tak lupa juga investasi
besar yang ditanami oleh Arab Saudi
berjumlah USD7 Milyar atau sekitar Rp.93 Triliun.
Tapi, bukan
prosesnya yang akan kita bahas di sini, melainkan peluang (opportunity) dan
tantangan (threat) yang lahir dari kerjasama antara pemerintahan Arab Saudi dan
Indonesia serta strategi untuk memaksimalkan peluang dan mengatasi tantagan
yang kiranya bisa terlahir dari kerjasama antar dua negara ini.
Yang pertama,
saya akan coba menggali peluang (opportunity) dari kerjasama brilian antara
kedua negara tersebut. Negara kita Indonesia boleh dikatakan tidak lebih baik
dari kerajaan Arab Saudi, contohnya dalam kerjasama bidang urusan Islam
sebagaimana isi salah satu MoU tersebut : Nota kesepahaman antara kementerian
Agama Republik Indonesia dan Kementerian Urusan Islam Dakwah dan bimbingan
Kerajaan Arab Saudi di bidang urusan Islam.
Kota
Makkah yang terletak di Negara Arab Saudi yang menjadi kiblat dan ikon umat
islam sekarang ini bisa membimbing dan membina pemerintah Indonesia dalam
mendidik rakyatnya untuk melaksanakan syariat islam dengan baik. walaupun
negara Indonesia tidak berasaskan syariat islam dalam kenegaraannya, tetapi
dengan peluang Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas islam
terbanyak di dunia bisa membangkitkan dunia islam jika penganut islam di Indonesia
sudah bisa tersadarkan dan mengamalkan nilai-nilai islam dalam kehidupan mereka
dengan bimbingan dari negara Arab Saudi yang notabene menjadi kiblat bagi umat
islam seluruh dunia.
Kemudian dalam
bidang budaya. Sebagaimana juga salah satu isi MoU yang telah di setujui, bahwa
dalam point ketiga disebutkan : Nota kesepahaman kerja sama kebudayaan antara
kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia serta Kementerian
Kebudayaan dan Informasi Kerajaan Arab Saudi.
Dari point yang
ini kita bisa memanfaatkan peran vitalnya Kerajaan Arab Saudi dalam kebudayaan
terutama kebudayaan Islam. Kita sebagai rakyat Indonesia harus bisa mengambil
banyaknya sisi positif dari kebudayaan Kerajaan Arab Saudi. Contohnya saja
kebudayaan dalam hal berhijab bagi wanita. Tidak bisa kita pungkiri bahwa
Indonesia sebagai negara yang mayoritas islam yang wanita-wanitanya masih
banyak gagal paham bahkan tidak paham berkaitan masalah hijab ini. Masih banyak
wanita muslimah Indonesia yang enggan memakai jilbab, padahal dia tahu bahwa
jilbab itu merupakan hal yang sangat disyariatkan dan urgen dalam beragama
islam. Maka nantinya dengan bimbingan dari Kerajaan Arab Saudi, setidaknya para
muslimah Indonesia mau sadar dan secara perlahan mau mengenakan hijabnya.
Di sisi lain,
Indonesia juga bisa membimbing Kerajaan Arab Saudi kepada kebudayaan islam
modern, karena Indonesia digadang-gadang akan menjadi salah satu negara dengan
khas islam modern terutama dalam bidang budaya tadi. Contohnya dalam etika
berkomunikasi. Kita sudah tahu bahwa salah satu karakter orang Arab itu
berbicara dengan keras nada yang tinggi sedangkan kita Indonesia bisa dikatakan
negara yang santun dan lemah lembut dalam berbicaranya. Maka dengan ini,
Indonesia bisa merangkul Kerajaan Arab Saudi dengan salah satu contoh kecil
ini.
Selanjutnya
peluang (opportunity) dalam bidang ekonomi. Ini merupakan peluang yang sangat
besar dan menguntungkan bagi kedua negara terutama Indonesia. Mengingat
Kerajaan Arab Saudi merupakan salah satu negara raksasa yang menguasai industri
perminyakan dan petroleum dunia. Terbukti, Arab Saudi setidaknya memproses 18 %
kebutuhan petroleum dunia sehingga mendapat gelar sebagai negara eksportir
minyak terbesar di dunia, dan memainkan peranan sebagai ketua OPEC untuk
beberapa tahun.
Lalu apa
peluang yang bisa diraup oleh pemerintahan Indonesia? Dengan adanya MoU dalam bidang ekonomi yang telah
disepakati oleh Indonesia dan Arab Saudi tersebut maka Indonesia yang bisa
dibilang ekonominya di bawah Arab Saudi ini bisa menjadikan peluang perkembangan
ekonomi bagi pemerintah kita.
Arab Saudi
memiliki ladang minyak yang sangat besar, tapi jangan lupa bahwa Indonesia juga
memiliki ladang minyak yang besar terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan.
Meskipun, ladang minyak di kedua pulau tersebut tidak sebanding dengan
banyaknya minyak di Arab Saudi. Tetapi di Indonesia kurangnya sumber daya
manusia dalam hal perminyakan ini sehingga minyak-minyak tadi lebih diurusi dan
diekspor mentah ke negara-negara lain. Sehingga, keuntungan yang didapat dan
pertumbuhan ekonomi minyak ini sangat kecil.
Jadi, dengan
adanya perjanjian ekonomi oleh Indonesia dan Arab Saudi ini, kita harapkan Arab
Saudi bisa memberikan solusi dan binaan kepada Indonesia untuk mengajari sumber
daya manusia di Indonesia seperti cara menelola minyak dengan baik dan benar,
sehigga keuntungan yang bisa didapat dari minyak Sumatera dan Kalimantan
tersebut jauh lebih besar dari sebelumnya.
Tetapi ingat,
dari banyaknya peluang (opportunity) dari hasil kunjungan raja Salman bin Abdul
Aziz beserta delegasinya ke Indonesia ini, kita tidak boleh lupa bahwa akan
adanya tantangan (threat) yang akan dihadapi oleh pemerintah Indonesia.
Misalnya tantangan isu wahabisme, terorisme, dampak konflik timur tengah, dan
kemungkinan tantangan-tantangan yang lainnya.
Tantangan
pertama yang bisa terjadi adalah terorisme, ada beberapa anggapan bahwa negara
Kerajaan Arab Saudi pada era raja Abdullah bin Abdul Aziz adalah salah satu
negara pendukung utama terorisme di dunia berikut bersama Amerika Serikat dan
Israel. Seperti yang dikatakan oleh Randy Shakespeare bahwa ‘’seratus warga muslim syiah yang dibunuh di
Pakistan oleh kelompok jundullah, dan kelompok itu mendapat dukungan finansial
dari Arab Saudi.’’
Tetapi, saya rasa itu hanya anggapan
segelintir orang saja yang ingin menjelekkan citra islam di mata dunia, karena
memang Arab Saudi sebagai negara penjaga kiblat umat islam. Kalaupun itu memang
benar faktanya, saya rasa itu hanya terjadi di masa raja Abdullah bin Abdul
Aziz saja karena Arab Saudi di bawah kekuasaannya bisa dikatakan dekat dengan
Amerika Serikat yang menyokong terorisme di timur tengah. Tidak dengan raja
Salman bin Abdul Aziz sekarang yang terkenal dengan jiwa islamis dan anti
terhadap terosrisme, buktinya Arab Saudi telah menyumbangkan Triliunan rupiah beruba
bantuan kepada Suriah, Palestina, Afghanistan, dan negara-negara timur tengah
lainnya.
Kemudian tantangan
selanjutnya adalah isu wahabisme. Sebuah permasalahan dari poin ini, kita tau
bahwa negara Arab Saudi sekarang dalam ajaran islamnya diterpa dengan isu
wahabi yang dikalangan awam dikira sebuah momok yang menakutkan bagi mereka
dalam mempelajari pendidikan islam. Perlu diluruskan bahwa isu wahabi yang
berkonatasi negaif itu merupakan isu yang salah dan isu ini sangat menyesatkan
umat terutama di Indonesia. Salah satu cara untuk meluruskan pemahaman negative
ini dengan cara memberikan pengarahan yang lebih baik lagi kepada
pendakwah-pendakwah di Indonesia untuk tidak mejelek-jelekkan negara Arab Saudi
dengan isu wahabi yang negative itu.
Meskipun negara
Kerajaan Arab Saudi merupakan negara yang total menganut aturan syariah islam
yang memang hukum itu merupakan hukum terbaik di muka bumi, seperti yang
dikatan dalam Al-qur’anh dan Sunnah, tetapi pasti ada beberapa kesalahan dalam
sistem mereka, karena tidak mungkin
negara tersebut bersih secara total dalam kesalahan.
Oleh karena itu
saya kira, pemerintah Indonesia harus bisa memaksimalkan peluang (opportunity)
yang bisa terlahir dari 11 nota kesepahaman itu dengan cara melakukan pendekatan
khusus kepada Arab Saudi dalam pembinaan sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang ada di Indonesia. Kemudian pemerintah Indonesia juga harus bisa
meminimalisir tantangan(threat) yang juga bisa terlahir dari kerjasama tersebut
dengan cara memfilter kerjasama tersebut sehingga Indonesia hanya mengambil
yang baik-baiknya saja.
Tidak ada komentar: