Buya Godang dan Silsilah Keilmuannya.
Buya KH. Muhammad Nur Mahyuddin (Rahimahullah) adalah salah satu tokoh agama terkemuka pada masanya, terutama di daerah Kampar, Riau. Ulama yang akrab dengan sapaan Buya Godang ini memiliki wawasan yang luas dan menguasai beberapa fann ilmu agama islam. Dalam perjalanannya, beliau memiliki banyak orang guru, walau banyak di antaranya tak terdeteksi nama-namanya. Semoga dengan tulisan ini banyak yang menambahkan, mengoreksi, dan memberi masukan.
Sebelum mendirikan Pondok Pesantren Daarun Nahdhah Thawalib Bangkinang pada tahun 1948, beliau pernah menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) pada zaman penjajahan kolonial belanda. Selepasnya, buya godang memilih belajar pada sebuah madrasah bernama Darul Muallimin yang diasuh oleh Buya Haji Abdul Malik. Menurut sebuah riwayat, Buya Godang menimbah ilmu di sana selama 10 tahun, belajar dan sambil membantu mengajar hingga tahun 1928 dengan metode halaqoh klasikal.
Pada tahun 40an, karena makin sadisnya penjajahan yang dilakukan jepang ditambah lagi agresi militer Belanda, madrasah ini pun tak bisa melanjutkan kegiatannya.
Selanjutnya, diriwayatkan dari Abuya Muhammad Natsir Nur, putra beliau, Buya Godang juga pernah hijrah menuntut ilmu agama di sekitaran Kesultanan Siak. Buya mendengar bahwa di Siak memiliki majelis ilmu dan memilih untuk memperdalam ilmu agamanya di sana. Setelah beberapa waktu, buya pun memilih kembali ke kampung halamannya.
Tersebutlah dari dulu orang Kampar banyak yang merantau menuntut Ilmu, di samping merantau mengais rezeki di negeri orang. Buya godang pun pernah mencoba memperdalam ilmu agamanya di Malaysia, di sana pun ia menghabiskan beberapa waktu dan menyampaikan niatnya untuk mendirikan pondok pesantren di daerah Kampar. Akhirnya, banyak para saudagar melayu membantu ‘azam buya untuk mendirikan pondok pesantren tertua di Riau tersebut.
Dalam beberapa kali kesempatan, buya godang pernah datang ke pondok pesantren Thawalib Sumatera, Padang Panjang dan Parabek. Penulis menduga buya juga dipengaruhi oleh tokoh-tokoh besar dari pondok tersebut semacam Haji rasul atau Haji Abdul Karim Amrullah (Ayah Buya HAMKA), Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya HAMKA), Tuangku Mudo Syaikh Abdul Hamid Hakim, dan beberapa nama lainnya.
Salah satu bukti kuat pengaruhnya, trio kitab ushul fiqih karangan Tuangku Mudo Syaikh Abdul Hamid Hakim dipelajari sejak lama di Pesantren Daarun sampai saat sekarang. Kitab Mabaadi’ Awwaliyah, untuk kelas 1 aliyah, kitab albayan untuk kelas 2 dan 3 aliyah, serta kitab Assullam, untuk kelas Pendidikan Diniyah Formal (PDF).
Disebutkan juga, buya godang juga mengagumi sosok Muhammad Nasir, tokoh pergerakan islam dari Minangkabau, dan Perdana Menteri Indonesia pada masa Soekarno. Buya pernah bertemu di sela kedatangannya ke tanah kelahirannya. Berkat kekaguman itu, buya pun menamai putra pertamanya dengan namanya, Muhammad Natsir Nur.
Tidak ada komentar: