Dinamika Perbedaan Hukum Sholat Tarawih Online
Tarawih online, mungkin “bisa”
dijadikan solusi untuk menghadapi Ramadhan kali ini. Dimana hampir semua negara
sudah menutup masjid-masjid dalam rangka mencegah penyebaran virus Covid 19.
Caranya yaitu sholat tarawih jama’ah
dengan imam dan ma’mum yang berpisah gedung, tidak dalam satu bangunan yang sama. Imam
di sebuah tempat lalu disiarkan secara streaming menggunakan aplikasi
seperti yotube, instagram, facebook atau yang lebih private aplikasi zoom.
Sementara ma’mum di rumah masing-masing sambil menyalakan Televisi atau gadget
dan sholat mengikuti gerakan dan bacaan imam secara streaming online tersebut.
Lalu bagaimana hukumnya? Di satu
sisi bukan masalah baru karena ada kondisi yang hampir serupa dengan masalah
ini, seperti sholat jama’ah berlainan gedung, sholat jama’ah hanya mendengarkan
suara speaker masjid dekat rumah.
Di sisi lain bisa dikatakan
masalah yang baru karena berkenaan dengan berkembangnya teknologi digital ditambah
dengan keluarnya fatwa sholat tarawih di rumah masing-masing di hampir setiap
negara, tentu ini merupakan ranah fiqih nawazil mu’ashiroh (fikih
kontemporer) yang perlu dijawab oleh ulama-ulama kontemporer pula saat ini.
Yang namanya ranah ijtihadi,
pasti ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Syaikh Duktur Husain
bin Ait Sa’id misalnya, anggota majelis tinggi ulama Maroko sekaligus dosen senior
fakultas Adab Universitas Al-Qodhi Iyyad ini memfatwakan boleh sholat tarawih mengikuti
imam di televisi.
Pendapat yang membolehkan
berhujjah bahwa rapatnya shaf antar ma’mum bukanlah syarat sah, melainkan hanya
syarat kesempurnaan, artinya jika tidak rapat tidak apa-apa. Selanjutnya mereka
berpendapat bahwa sholat tarawih boleh dilakukan mengikuti streaming
karena sholat tarawih sifatnya hanya nafilah (sunnah), bukan sholat
wajib. Sementara di banyak hukum sholat nafilah dikecualikan, boleh sholat
sambil duduk, lebih utama dilakukan di rumah, dan hukum lain yang membedekannya
dengan sholat wajib.
Pendapat ini dikaitkan dengan beberapa syarat, salah satunya bahwa imam dan
ma’mum harus dalam waktu yang sama, misalnya sama-sama berada di kota Marrakech.
Tidak boleh imam berada di kota Casablanca sementara ma’mum berada di kota
Marrakech, karena berbeda waktu sholat beberapa menit, apalagi yang berbeda
wilayah misalnya, imam berada di Makkah dan ma’mum di Maroko misalnya.
Fatwa ini tentuya bertolak
belakang dengan pendapat jumhur (mayoritas) ulama, baik kalangan salaf
(ulama terdahulu, sebelum 300 H) maupun kholaf (ulama setelah abad 300 H),
termasuk ulama kontemporer Maroko yang masih ada sekarang ini, Syaikh Arrugi
misalnya, mantan rektor Universitas Al-Qoriwiyyin dan anggota majelis ilmi,
beliau menyampaikan bahwa tidak bolehnya sholat mengikuti imam lewat televisi
atau media sosial.
Menurut syaikh Rougi pendapat yang
tidak memperbolehkan berhujjah dalam beberapa poin :
Yang pertama, hadits Rasulullah :
إنما
جعل الإمام ليؤتم به (أخرجه البخاري) bahwa imam itu ada untuk diikuti.
Nah, sedangkan sholat Tarawih online itu menyalahi istilah imamah
(kepemimpinan) itu sendiri. Logikanya, tidak mungkin pemimpin sebuah negara
menjadi pemimpin di negara lain, tidak mungkin Vladimir Putin memimpin rakyat
Indonesia, sementara statusnya sebagai presiden Rusia dan tidak paham kondisi Indonesia. Begitu juga
sebaliknya. Penjelasan dari dari hadits tersebut juga disampaikan oleh Syaikh
Rougi bahwa imam dan ma’mum harus hadir dalam satu tempat yang sama, artinya jika
mereka berpisah maka tidak sah sholat jama’ah tersebut.
Yang Kedua, الإمام له أمر
من المأموم artinya bahwa imam itu memerintahkan
ma’mum. Sedangkan sholat tarawih online ini keadaannya ma’mum tidak mengikuti imam secara mutlak,
tapi makmum mengikuti TV yang ada imamnya. Nah jika begitu, kemungkinan buruk bisa terjadi, streaming online
rusak, sinyal tidak bagus, HP mati karena rusak, listrik padam, yang tentunya
kasus-kasus ini bisa membatalkan sholat jama’ah tersebut.
Yang ketiga صلاة
الجماعة شركة بين الإمام والمأموم bahwa sholat jama’ah itu adalah
kerjasama antara imam dan ma’mum. Jika seorang imam lupa akan sebuah gerakan,
melebihi atau mengurangi raka’at, siapa yang akan mengoreksinya? Siapa yang
akan bertasbih mengingatkan? Sementara makmum-makmum berjauhan. Tidak mungkin
rasanya makmum membuka kolom chat sembari mengetik subhanallah, “anda
lupa ya imam”, “sekarang sudah rakaat keempat”, “anda lupa ya imam sujud baru
sekali”, sambil mengetik di kolom chat dan berharap imam membaca bahkan
membalas.
Yang terakhir, kembali ke hukum
asal. Bahwa sholat sunnah itu asalnya adalah di rumah, bukan di masjid. Begitu juga
dengan Tarawih dan Witir. Sholat sunnah itu asalnya dilakukan secara
sendiri-sendiri bukan berjama’ah. Ditambah lagi dengan adanya fatwa larangan
sholat jama’ah di masjid. Tentunya sudah lengkap untuk menguatkan bahwa cukup
sholat tarawih di rumah tanpa streaming online.
Namun jika ingin mendapatkan fadhilah
juga, maka buatlah sholat jama’ah Tarawih di rumah dengan jumlah ma’mum yang
sedikit. Inilah momen yang bagus untuk para kepala keluarga menjadi imam dalam
jumlah rakaat yang banyak dan semua jahr, artinya harus melafalkan
bacaan sholat bagi seorang imam.
Wallahu a’lam bisshowab
Tidak ada komentar: