Dua Ibadah Dalam Satu Ruangan
Hari itu, pesan whatsapp
masuk dari temanku, katanya ada job guide dari KBRI. “Ziyan, apa
kabar? Ini ada tamu saya mau datang mau ke Marrakech, bisa ditemani ga?, kalau mau,saya kasih nomor whatsapp kamu”
aku pun tidak menolak, selagi itu bukan di hari ujian ataupun mata kuliahku.
“oke siap cak, insyaAllah”jawabku.
kebetulan temanku orang Madura.
Setelah percakapan di whatsapp,
si tamu menanyakan hal ini dan itu, dia pun datang. 2 orang, laki-laki dan perempuan. Aku pun diminta
untuk menjemput mereka di bandara internasional Menara kota Marrakech, lalu mengantarkan mereka ke hotel dengan
menggunakan taksi.
Kami pun berbincang-bincang sedikit,berkenalan
satu sama lain. Sebut saja Namanya, Riko dan Nisa. Mereka tinggal
di Bali, berteman sejak dari SD. Riko kuliah di Amerika Serikat, dan Nisa kuliah di Malang. Setelah sampai di hotel, mereka pun menyelesaikan
reservasi kamar mereka, 2 kamar yang berbeda tentunya. Aku pun menunggu di lobi hotel yang mewah itu, kursi nan
sangat empuk menjadi temanku menunggu mereka.
Lalu mereka pun turun dan kami
pergi ke suatu restoran untuk cari makan malam. “mas Ziyan, saya ga pengen
makan yang kaki empat ya” kata Riko kepadaku. “oke siap bli (panggilan orang bali)” sambungku. Awalnya aku
kira yang dimaksud “kaki empat” itu pedagang kaki lima, singkatku dia tidak mau makan di restoran yang murah.
Aku pun memutuskan untuk mengajak mereka ke restoran mewah di kawasan jamel fna, dan aku
pesankan tajin (makanan khas Maroko) untuk mereka. Benar saja, harga yang tertera di bil memang mahal, si Riko harus merogoh kocek untuk makan malam
kami bertiga.
Besoknya, trip Marrakech
dimulai. Pagi-pagi saya jemput mereka ke hotel, lalu dengan taksi kami bergegas
ke jamel fna, menelusuri kawasan
dalam pasar, sampai ke medresa ben yousuf. Rupanya, tempat itu sedang tutup,
lagi diadakan renovasi besar-besaran. Mereka pun sedikit kecewa, sebab di dalam museum itu
terdapat titik-titik yang bagus diambil foto, istilah milenialnya ; istragamable gitu. Lalu aku ajak mereka ke museum Marrakech yang
berposisi tepat di samping medresa ben yousuf itu. Haraganya lumayan mahal, 50
dirham untuk seorang.
masjid koutubia, salah satu landmark kota Marrakech |
Keluar dari situ, kami pun
meneruskan perjalanan dengan jalan kaki ke istana bahia, komplek istana yang dijadikan
pusat pemerintahan dahulu ketika zaman dinasti Alawiyyin. Kemudian lanjut
istana Badi’. Matahari sudah menunjukkan waktu sudah tengah hari, tentunya waktu makan siang. Aku pun
menawarkan, “mau makan makanan Maroko atau Indonesia?”. “makanan Indonesia aja
mas, tadi malam kan udah masakan Marokonya,hehe” jawab salah satu dari mereka.
Di Maroko khususnya di kota
Marrakech, hanya ada satu restoran Indonesia, bali exotic namanya. Harga menu di sana relatif mahal, maklum
harga turis. Aku pun dengan
senang hati mengantar mereka ke restoran tersebut, lalu kami pun makan bertiga.
Karena waktu zuhur sudah masuk, saya minta izin untuk sholat ke
bawah, setelah aku, Nisa juga
sholat, tetapi Riko tidak.
Belakangan aku baru tau kalau Riko beragama hindu.
Wah indahnya kebersamaan dan
toleransi, 2 agama bisa jalan bersama. Mungkin ini suatu hal yang biasa di bali
sana, yang mayoritas beragama hindu, tetapi ini luar biasa bagiku karena
pertama kali mengalami hal seperti
ini. Riko memang perhatian
kepada orang islam, dia berbuat
baik kepada sesama. Setelah makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan ke
majorelle garden, taman kaktus yang dibuat oleh Yavies Saint Laurent, seniman yang
ternama itu.
Setelah lama di sana, waktu
ashar pun masuk, aku berusaha mencari tempat sholat di dalam taman,
alhasil tidak ditemukan. Akhirnya,
kami pun keluar. Riko pun
bilang “ayo antar kita ke hotel mas, kan mas ziyan dan Nisa belum sholat”, aku pun merasa takjub
begtu, dia hindu tapi tau kapan waku sholat masuk, dan menyarankan kami untuk
menyegerakan sholat.
Kami pun sampai di hotel, dan Riko
mempersilahkan aku untuk ke kamarnya, awalnya aku menolak, “saya sholat di
ruang sholat lobi saja” kataku, namun dia membalas “ikut saya aja mas ke kamar,
sholat di kamar saya aja, bisa istirahat sebentar, kan sudah seharian berjalan”
aku pun tidak enak menolak tawarannya, dan ikut dengannya ke kamar. Lalu ia pun
mempersilahkan aku untuk ke wc
guna berwudhu’. Selepas itu ia pun berusaha mencarikan arah kiblat untukku
dengan kompas di handphone nya. Semakin aku heran dengan
rasa toleransi yang diberikannya
kepadaKu.
Ketika sedang sholat,
rupanya Riko juga sedang sembahyang hindunya. Selepas tasyahud selesai aku pun
memperhatikan cara umat hindu ini bersembahyang, duduk lama, bahkan lebih lama
dari 2 kali sholatku. Dan ini kali pertama aku memperhatikan umat hindu
bersembahyang secara langsung. Aku apresiasi sikap toleransinya, salut, dan
respek terhadap prilaku-prilakunya.
Aku
rasa dunia akan indah sekali jika semua umat beragama hidup berdampingan,
bertoleransi, dan berlapang dada bersama. Dengan catatan, tidak melupakan
prinsip kewajiban dakwah kita terhadap umat lain, dan itu yang utama. Jika kita
sudah lakukan dakwah ya sudah, itulah tugas kita, lalu ingin atau tidaknya,
Allah lah sang pemilik hati, Allah yang menggerakkan hati.
Paman
nabi Muhammad, Abu tholib saja tidak berhasil mengucapkan kalimat tauhid di
penghujung hayatnya, apalagi kita yang bukan siapa-siapa. Tugas penting kita
adalah dakwah, masalah hati, Allah lah yang mengurusnya. Setelah itu, juga
jangan lupakan prinsip bertoleransi, berlapang dada kepada orang yang berbeda
keyakinan dengan kita, selagi mereka tidak menggangu sampai di ranah agama
kita.
Akhir cerita, seusai istirahat sejenak
di hotel itu, sekarang aku ajak mereka ke kota modern Marrakech, Kawasan Geuliz
namanya, sekaligus makan malam. Tidak terlalu kontras, tetapi sedikit perbedaan dari dua sisi kota itu. Seusai makan malam, Riko pun berbisik kepada ku “memang mahal-mahal ya
makanan di kota Marrakech ini”. “wah iya sih mas” jawabku, padahal aku sengaja
membawa mereka ke restoran yang lumayan mahal, karena salah tafsir tadi “saya
tidak makan yang kaki empat” saya tafsirkan “saya tidak makan restoran
pinggiran” wkwk, aku pun tertawa sekaligus sedih di dalam hati. Setelah mengantar
mereka ke hotel, kami pun berpisah, karena mereka akan melanjutkan perjalanan ke
Sahara.
Nice. Semoga bisa melancong ke Morocco suatu saat nanti. Barakallah Ziyan. Semoga lancar kuliahnya.
BalasHapusAmiin ,insyaallah.terima kasih
Hapus