Mari Berlayar
Pada suatu fajar yang di berkahi, kala semua jiwa dibiarkannya bernafas kembali. Keadaan bahagia para santriwan menaungi, tahajud bersama menghisi, lantunan indah al-qur’an menyelimuti. Begitulah nikmat tuhan semesta alam yang tersembunyi, indah dan merahasia, yang hanya akan di temukan oleh hati-hati bersih yang mau menerima pelajaran, bukan sebaliknya.
Sebuah masjid pondok pesantren putih biru berada di tengah perkampungan, letaknya jauh dari gunung, tetapi sangat dekat dengan induk sungai, Daarun Nahdhah namanya.
Iqomah sontak dikumandangkan pertanda akan dimualinya sholat berjama’ah. Saya sebagai makmum setia tiba-tiba dikagetkan dengan penegasan sang imam, Bapak pembimbing asrama kami, Abdul Gafar namanya,yang tak lain merupakan ayah saya sendiri. “Mari berlayar” kalimat itu spontan keluar dari bibirnya. Suasana kumpul yang saya rasa sudah cukup sempurna itu disuapi lagi dengan kalimat penuh makna oleh ayah saya tercinta. Kalimat sederhana miliknya itu telah membuat saya pribadi bertambah khusyuk melakukan sholat yang di nakhodainya itu, entah apa yang istimewa bagi mereka, bagi saya ini sebuah nikmat dari Allah yang tiada tara.
Sangat sedikit diantara teman-teman saya yang mampu mengahayati kalimat luar biasa seperti itu, sebab telah saya hidangkan beberapa iris pertanyaan kepada mereka seuasai sholat subuh itu. Namun, ada juga diantara teman-teman seasrama saya yang mau memberikan saya kesempatan untuk menjelaskan mengenai hal ini kepada mereka.
Saya menceritakan, “Ketika ayah melafazkan kalimat itu,secara filosofis ia telah menceritakan kepada kita tentang sulitnya mencapai derajat kekhusyukan dalam sholat, seperti halnya berlayar di lautan yang tentunya sangat membutuhkan perjuangan. Di lautan ada banyak sekali kemungkinan-kemungkinan yang mengkhawatirkan, seperti akan adanya badai. Artinya akan ada banyak sekali kita mendapat cobaan di dalam menyembah Allah, mengingatnya, mensyukuri segala perkara dalam kehidupan”
Ayah selalu mengajak kami agar selalu senantiasa mengistimewakan waktu fajar yang ungkapnya harganya begitu mahal. Berbagai upaya hebatnya telah mampu menerangi lorong-lorong terdalam gua-gua. Bagai mengambil helai rambut di adonan, ia menggertak harimau dan singa diluar sangkarnya. Sesuai ungkapnya yang lain, “fajar adalah kunci kesuksesan dalam sebuah hari”.
Ayah menjadi alasan terbesar masjid An-Nur Daarun Nahdhah berdengung di waktu subuh. ayahpun pernah berkata,”bersihkanlah hatimu dari waktu ke waktu, berikanlah ia asupan gizi selalu, apabila ia sakit, sembuhkanlah ia dengan bangun subuh.
“Mari berlayar”, hidup ini akan terasa sangat sempit jika kita tak segera naikkan jangkar. Jika diibaratkan amal shaleh sebagai kapal yang akan membawa kita berlayar mengarungi hidup, maka Al-Qur’an adalah petanya. Sholat merupakan kerangka kapal. Keinginan yang kuat adalah lautannya. Hari-hari adalah ombaknya. Tawakal adalah naungannya. Menahan hawa nafsu adalah tali temalinya. Mati adalah pantainya.
Ditulis di Bangkinang, 19 Maret 2015
Tidak ada komentar: