Amazigh VS Arabi
dua teman saya yang bersuku Amazigh, Ahmad dan Musthofa namanya, tetapi bukan mereka berdua yang berdebat. |
Malam kamis
adalah malam libur bagi santri seluruh madrasah atiqoh. Malam kamis
kamis bak malam minggu kita bagi mereka. Jika malam-malam biasanya, setelah hizb
ada kajian fiqih ibnu asyir atau insya (ceramah santri) berbeda
dengan malam kamis, kegiatan itu diliburkan. Dua orang teman saya mengajak
bertamu ke kamarnya. Lalu karena mereka berdua berbicara bahasa darijah
(arab pasaran Maroko yang tak saya pahami) saya pun meminta mereka berbahasa
arab fushah didepan saya agar dapat dimengerti yang mereka berdua
perbincangkan.
Umar dan
Abdul Halim namanya. Umar berasal dari suku Amazigh dan fasih berbahasa
Amazigh. Sedangkan Abdul Halim dari suku arab. Perlu diketahui di Maroko hidup
3 suku berdampingan. Yakni suku Arab, Amazigh dan Sahara. Tetapi suku asli dari
Maroko yakni Amazigh, sebelum bangsa Arab datang.
Akhirnya
mereka berdua berdebat dengan bahasa Arab fushah di depan saya. Saya
jadi moderatornya, walau bahasa arab saya masih blepotan. Umar bersikeras bahwa
bangsa Amazigh lebih baik dari bangsa arab. Sementara Abdul Halim bersikukuh
bahwa bangsa arab lah yang terbaik.
Pro-kontra
pun terjadi di debat kecil ini. Umar bilang “bangsa arab hanya bangsa pendatang
di Maroko ini. Kami suku asli, kami penduduk lama bukan kalian pendatang dan
mencari hidup di negeri kami”. Abdul Halim membalas “ya kami bangsa pendatang,
tapi kami bangsa arab menyebarkan islam ke negeri kalian, kalau tidak karena
kami kalian tidak islam, dan menyembah hal yang bukan-bukan”
Perdebatan
berlangsung panas sampai-sampai umar berbicara terlalu panjang hingga membuat
Abdul Halim geram. Saya yang jadi moderator kecil ini sedikit menegahi mereka.
Lontaran pertanyaan dan sanggahan, mereka lempar satu sama lain yang membuat
debat Amazigh vs Arabi ini semakin seru. Perdebatan berlangsung cukup lama
hingga lebih dari setengah jam.
Karena waktu
sudah melewati azan isya debat pun ditutup dengan sesi pernyataan terakhir
masing-masing. Umar bilang “ya sebenarnya setiap suku itu sama di sisi Allah.
Tak ada yang membedakan antara Arabi dengan a’jami (non arab) semuanya rata, tetapi yang membedakan mereka
hanyalah ketaqwaan di sisi Allah”. Abdul halim pun juga menutup setuju dengan
pernyataan terakhir umar bahwa kita itu sama yang membedakan hanyalah ketaqwaan
dan ia bilang “yang paling penting dari malam ini kita berbahasa Arab fushah,
kita berlatih untuk berbicara karena memang selama ini kita hanya berbicara
arab pasaran ataupun amazigh dan malam ini kita segarkan kembali bahasa Arab
resmi kita agar tidak kaku kelak di depan masyarakat”
Akhirnya,
saya yang menjadi moderator menutup dengan menyutujui pernyataan mereka berdua.
Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam surah Al hujurat ayat 13 :
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ)
Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti.
Allah memang
menciptakan manusia sebaik-baik bentuk, Allah menjadikan manusia sebagai
khalifah atau pemimpin bagi seluruh makhluk di muka bumi, selain itu Allah
menciptakan manusia bermacam-macam bangsa dan rupa. Ada bangsa yang hidungnya
pesek ada juga yang mancung. Ada bangsa yang matanya sipit ada juga yang besar
bulat, ada bangsa yang berkulit hitam ada juga bangsa yang berkulit kuning dan
putih.
Terlepas
dari semua itu Allah tidak menilai kebaikan manusia dari bentuk. Tetapi Allah
akan menilai kita dari sisi amal kita sejauh dan sebanyak apa kebaikan kita
kepada orang lain, sabanyak apa ibadah dan munajat kita kepada sang maha esa,
dan yang paling utama dan telah tersurat tegas di ayat al hujurat ke 13 tadi Allah
akan memandang paling mulia adalah otang yang paling bertaqwa di sisiNya. Kami
pun menutup dengan do’a kafaratul majelis tanda ditutupnya diskusi kecil ini.
Tidak ada komentar: