Home
recent

Akibat Ketidaktahuan


          Saat masuk dan beraktivitas pertama kali di madrasah ighdi ini, saya merasakan ada hal yang aneh. Ya, aneh karena tidak tahu aturan. Sebelumnya tidak ada yang menjelaskan kepada saya apa-apa saja aturan yang harus dipatuhi selama di madrasah. Bahkan, kakak kelas saya yang menginformasikan tentang madrasah ini, ia juga tak bilang apa-apa kalau ada beberapa aturan yang harus diketahui. Bagaimana pakaiannya, makanannya, kegiatannya, dan yang lain.

          Saya bertolak dari desa Anzi ke madrasah pada pukul enam sore, lewat berapanya saya lupa. Kemudian sampailah di madrasah yang dituju pada pukul 6.30 sore hampir maghrib. Biasanya santri-santri di pondok atau madrasah di seluruh Maroko selalu menggunakan jubah atau gamis dalam setiap aktivitasnya, belajar, menghapal, makan, hingga mencuci pakaian juga mengenakan gamis. Mencuci pakaian pakai tangan loh ya, bukan mesin cuci.

           Karena sebelumnya tidak tahu aturan tadi, saya datang pertama kali ke madrasah hanya dengan baju kaos abu-abu berlengan panjang plus celana training yang saya pakai mulai dari Marrakech karena memang ketika itu lagi musim panas dan sedang panas-panasnya di kota saya itu.  Lebih parah lagi teman saya,yang hanya memakai baju kaos lengan pendek plus celana jeans, persis seperti preman tobat katanya.

           Bayangkan, dalam keadaan pakaian seperti itu kami disambut oleh faqih (kyai) atau pimpinan madrasah, yang selalu mengenakan jubah putih plus kain sorban dikepalanya. Sang faqih hanya tersenyum. Betapa malunya diri ini. Dimana letak hormat dan adab kami kepada orang yang berilmu?  Seandainya saya tahu aturan berpakaian tadi, pasti saya kenakan gamis terbaik saya agar sesuai. Tidak seperti penampilan gembel saya tadi.

           Akhirnya setelah sesi perkenalan, menyampaikan maksud dan tujuan ke sini, lalu menyerahkan passport dan kartu pelajar, kami pun pergi dengan hati yang masih malu. Ngomong-ngomong faqih juga selalu menyanjung Indonesia, ya apalagi kalau bukan karena adab, terutama di musim haji.

          Hari demi hari pun berlalu. Ada sebuah kesalahan unik akibat ketidaktahuan saya (lagi). Yakni di saat makan. Setiap makan siang, yang selalu disajikan oleh koki madrasah adalah menu tojin. Yaitu irisan daging yang ditutupi diatasnya dengan sayuran dan diresapi dengan bumbu-bumbu khas Maroko. Biasanya daging ayam, kambing, domba, dan sapi. Di setiap satu meja tersedia satu piring tojin dan di kelilingi oleh tujuh santri.

          Sedikit demi sedikit tojin pun dengan lahap saya makan. Saya sapu sayuran selang-seling dengan dagingnya, seperti makan di rumah. Ketika makan dengan cara selang-seling itu saya merasa ada yang aneh. Orang-orang memandang sinis kepada saya. Hati pun berdegup. Karena merasa agak kenyang saya pun keluar dari majelis makan itu. Dan ternyata oh ternyata. Saya menyalahi aturan (lagi). Peraturannya, santri harus makan sayur-mayurnya terlebih dahulu, wortel, kentang, zaitun, mentimun dengan dicuil memakai roti. Kemudian setelah bersih dan hanya tinggal daging yang tersisa, barulah daging itu dibagi tujuh. Lalu diundi agar dagingnya benar-benar rata dan tidak ada kecurangan.

          Saya pun tertawa sambil menahan rada malu. Malunya minta ampun mendengar informasi itu dari teman saya. Ternyata, itu kenapa teman-teman tadi memandang sinis saya. Karena saya langsung menyantap daging tanpa menunggu bersihnya sayur. Setelah informasi itu saya mulai berhati-hati dengan makan. Saya makan sayur dahulu lalu menunggu bagian daging di undi. Saya harus ikuti cara-cara mereka.hahaha. Agar jatah daging orang tidak saya makan lagi. Dan agar tidak teledor dan malu lagi.

          Itulah dua cerita unik lagi memalukan yang saya alami. Ya sebab ketidaktahuan akan aturan. Lain kali, kalau ingin mencoba hal yang baru, saya harus tahu sedikit banyaknya tentang peraturan. karena kalau tidak, akan berakibat buruk dan memalukan seperti yang saya alami.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.